TUGAS 4
PEMANTAPAN STABILITAS
EKONOMI MAKRO
Stabilitas perekonomian
adalah prasyarat dasar untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat
melalui pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan kualitas pertumbuhan. Stabilitas
perekonomian sangat penting untuk memberikan kepastian berusaha bagi para
pelaku ekonomi. Stabilitas ekonomi makro dicapai ketika hubungan variabel
ekonomi makro yang utama berada dalam keseimbangan, misalnya antara permintaan
domestik dengan keluaran nasional, neraca pembayaran, penerimaan dan pengeluaran
fiskal, serta tabungan dan investasi.
Untuk
mencapai stabilitas ekonomi makro tidak hanya tergantung pada pengelolaan
besaran ekonomi makro semata, tetapi juga tergantung kepada struktur pasar dan
sektor-sektor. Untuk memantapkan stabilitas ekonomi makro, kebijakan ekonomi
makro, melalui kebijakan fiskal dan moneter yang terkoordinasi baik, harus
didukung oleh kebijakan reformasi struktural, yang ditujukan untuk memperkuat
dan memperbaiki fungsi pasar-pasar, meliputi antara lain pasar modal dan uang,
pasar tenaga kerja serta pasar barang dan jasa, dan sektor-sektor meliputi
antara lain sektor industri, pertanian, perdagangan, keuangan dan perbankan,
dan sektor lainnya.
PERMASALAHAN STABILITAS EKONOMI MAKRO
1. Stabilitas ekonomi makro masih rentan terhadap gejolak. Di sisi keuangan
negara, kesinambungan fiskal masih menghadapi ancaman. Rasio pinjaman per PDB masih relatif tinggi yang diperkirakan sekitar 55
persen PDB pada akhir tahun 2004.
2. Laju inflasi dan tingkat suku bunga relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan negara-negara sekawasan. Perkembangan ekonomi sampai dengan tahun 2003 ditandai oleh
menguatnya nilai tukar mencapai Rp8.465/USD serta laju inflasi yang rendah
sebesar 5,03 persen. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan tingkat suku bunga
SBI 3 bulan dari 13,12 persen (2002) menjadi 8,34 persen (2003).
3.
Kondisi neraca pembayaran perlu terus diwaspadai dengan kenaikan
penerimaan ekspor non-migas yang melambat. . Nilai
ekspor non-migas tahun 2000–2003 hanya tumbuh rata-rata sekitar 4,7 persen per
tahun; jauh di bawah rata-rata sebelum krisis (1991–1997) yaitu sekitar 22,6
persen per tahun.
4.
Peningkatan
impor yang terlalu cepat, tanpa diimbangi dengan ekspor nonmigas akan menekan
posisi transaksi berjalan. Pada
tahun 2004 impor, baik migas dan
nonmigas, menunjukkan adanya peningkatan yang pesat sejalan dengan membaiknya
perekonomian
5.
Jumlah
arus modal masuk, terutama investasi langsung luar negeri masih relatif rendah
dibandingkan sebelum krisis dan negara-negara di kawasan ASEAN. Sejalan
dengan upaya untuk menurunkan beban utang luar negeri, arus modal pemerintah
cenderung mengalami defisit.
6.
Sektor
rill belum pulih. Ini tercermin dari lemahnya kondisi struktural, seperti
rentannya ketahanan pangan, lemahnya struktur produksi industri, lemahnya
sarana distribusi dan transportasi serta belum mantapnya kondisi perbankan dan
lembaga keuangan.
7.
Kondisi perbankan dan
lembaga keuangan lainnya belum mantap. Sementara itu, produk perbankan
dan keuangan semakin bervariasi dan kompleks, globalisasi perdagangan jasa dan
inovasi teknologi informasi telah meningkatkan arus transaksi keuangan masuk
dan keluar Indonesia dan kecenderungan pemusatan aset lembaga jasa keuangan
pada sektor perbankan (sekitar 80 persen di tahun 2003).
8. Adanya potensi mismatch antara
pendanaan jangka panjang (seperti pembangunan infrastruktur, defisit APBN yang
dibiayai melalui penerbitan obligasi) dengan sumber pendanaan yang masih
bersifat jangka pendek. Pada tahun 2003
hingga pertengahan tahun 2004, sekitar 80-90 persen dari deposito berjangka
merupakan simpanan yang kurang dari tiga bulan. Sementara itu, peran lembaga
jasa keuangan non bank yang sesungguhnya dapat menjadi sumber pendanaan jangka
panjang bagi pembiayaan pembangunan masih belum signifikan.
9.
Penyiapan
mekanisme pencegahan dan pengelolaan krisis melalui konsep Jaring Pengaman
Sektor Keuangan Indonesia hingga saat ini belum berjalan seperti diharapkan. Belum ada kesepakatan
di antara lembaga terkait terhadap pelaksanaan fungsi pengatur dan pengawas
jasa keuangan yang terintegrasi (melalui pembentukan Otoritas Jasa
Keuangan/OJK). Fungsi penjaminan simpanan nasabah bank (melalui pembentukan
Lembaga Penjamin Simpanan/LPS), baru akan dibentuk pada tahun 2005.
10. memantapkan stabilitas ekonomi adalah kemungkinan
timbulnya gejolak ekonomi baik yang berasal dari luar, antara lain dengan
kemungkinan adanya policy reversal
dari negara-negara industri maju dari kebijakan moneter yang longgar kepada
kebijakan moneter yang lebih ketat dan meningkatnya harga minyak bumi, maupun
yang berasal dari dalam negeri berupa rentannya kesinambungan fiskal, belum
mantapnya kondisi perbankan dan lembaga keuangan lainnya, lemahnya kondisi
struktural, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketidakseimbangan
eksternal, ketahanan fiskal, dan stabilitas moneter.