Kamis, 17 Januari 2013

PEMANTAPAN STABILITAS EKONOMI MAKRO


TUGAS 4

PEMANTAPAN STABILITAS EKONOMI MAKRO

Stabilitas perekonomian adalah prasyarat dasar untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan kualitas pertumbuhan. Stabilitas perekonomian sangat penting untuk memberikan kepastian berusaha bagi para pelaku ekonomi. Stabilitas ekonomi makro dicapai ketika hubungan variabel ekonomi makro yang utama berada dalam keseimbangan, misalnya antara permintaan domestik dengan keluaran nasional, neraca pembayaran, penerimaan dan pengeluaran fiskal, serta tabungan dan investasi.
Untuk mencapai stabilitas ekonomi makro tidak hanya tergantung pada pengelolaan besaran ekonomi makro semata, tetapi juga tergantung kepada struktur pasar dan sektor-sektor. Untuk memantapkan stabilitas ekonomi makro, kebijakan ekonomi makro, melalui kebijakan fiskal dan moneter yang terkoordinasi baik, harus didukung oleh kebijakan reformasi struktural, yang ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi pasar-pasar, meliputi antara lain pasar modal dan uang, pasar tenaga kerja serta pasar barang dan jasa, dan sektor-sektor meliputi antara lain sektor industri, pertanian, perdagangan, keuangan dan perbankan, dan sektor lainnya.

PERMASALAHAN STABILITAS EKONOMI MAKRO
1.      Stabilitas ekonomi makro masih rentan terhadap gejolak. Di sisi keuangan negara, kesinambungan fiskal masih menghadapi ancaman. Rasio pinjaman per PDB masih relatif tinggi yang diperkirakan sekitar 55 persen PDB pada akhir tahun 2004.
2.      Laju inflasi dan tingkat suku bunga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara sekawasan. Perkembangan ekonomi sampai dengan tahun 2003 ditandai oleh menguatnya nilai tukar mencapai Rp8.465/USD serta laju inflasi yang rendah sebesar 5,03 persen. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan tingkat suku bunga SBI 3 bulan dari 13,12 persen (2002) menjadi 8,34 persen (2003).
3.      Kondisi neraca pembayaran perlu terus diwaspadai dengan kenaikan penerimaan ekspor non-migas yang melambat. . Nilai ekspor non-migas tahun 2000–2003 hanya tumbuh rata-rata sekitar 4,7 persen per tahun; jauh di bawah rata-rata sebelum krisis (1991–1997) yaitu sekitar 22,6 persen per tahun.
4.      Peningkatan impor yang terlalu cepat, tanpa diimbangi dengan ekspor nonmigas akan menekan posisi transaksi berjalan. Pada tahun 2004 impor, baik migas dan nonmigas, menunjukkan adanya peningkatan yang pesat sejalan dengan membaiknya perekonomian
5.      Jumlah arus modal masuk, terutama investasi langsung luar negeri masih relatif rendah dibandingkan sebelum krisis dan negara-negara di kawasan ASEAN. Sejalan dengan upaya untuk menurunkan beban utang luar negeri, arus modal pemerintah cenderung mengalami defisit.
6.      Sektor rill belum pulih. Ini tercermin dari lemahnya kondisi struktural, seperti rentannya ketahanan pangan, lemahnya struktur produksi industri, lemahnya sarana distribusi dan transportasi serta belum mantapnya kondisi perbankan dan lembaga keuangan.
7.      Kondisi perbankan dan lembaga keuangan lainnya belum mantap. Sementara itu, produk perbankan dan keuangan semakin bervariasi dan kompleks, globalisasi perdagangan jasa dan inovasi teknologi informasi telah meningkatkan arus transaksi keuangan masuk dan keluar Indonesia dan kecenderungan pemusatan aset lembaga jasa keuangan pada sektor perbankan (sekitar 80 persen di tahun 2003).
8.      Adanya potensi mismatch antara pendanaan jangka panjang (seperti pembangunan infrastruktur, defisit APBN yang dibiayai melalui penerbitan obligasi) dengan sumber pendanaan yang masih bersifat jangka pendek. Pada tahun 2003 hingga pertengahan tahun 2004, sekitar 80-90 persen dari deposito berjangka merupakan simpanan yang kurang dari tiga bulan. Sementara itu, peran lembaga jasa keuangan non bank yang sesungguhnya dapat menjadi sumber pendanaan jangka panjang bagi pembiayaan pembangunan masih belum signifikan.
9.      Penyiapan mekanisme pencegahan dan pengelolaan krisis melalui konsep Jaring Pengaman Sektor Keuangan Indonesia hingga saat ini belum berjalan seperti diharapkan. Belum ada kesepakatan di antara lembaga terkait terhadap pelaksanaan fungsi pengatur dan pengawas jasa keuangan yang terintegrasi (melalui pembentukan Otoritas Jasa Keuangan/OJK). Fungsi penjaminan simpanan nasabah bank (melalui pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan/LPS), baru akan dibentuk pada tahun 2005.
10.  memantapkan stabilitas ekonomi adalah kemungkinan timbulnya gejolak ekonomi baik yang berasal dari luar, antara lain dengan kemungkinan adanya policy reversal dari negara-negara industri maju dari kebijakan moneter yang longgar kepada kebijakan moneter yang lebih ketat dan meningkatnya harga minyak bumi, maupun yang berasal dari dalam negeri berupa rentannya kesinambungan fiskal, belum mantapnya kondisi perbankan dan lembaga keuangan lainnya, lemahnya kondisi struktural, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ketidakseimbangan eksternal, ketahanan fiskal, dan stabilitas moneter.